Senin, 03 September 2012

Catatan Harisan Tentang PING

#SaveOrangUtan

Sungguh, saya penasaran dengan buku ini. Bagaimana tidak penasaran? Buku ini adalah Juara 1 Lomba 30 Hari 30 Buku Bentang Belia. Naskah duet antara Mbak Riawani Elyta dan Mbak Shabrina WS ini berhasil menyisihkan ratusan pesaing lainnya.


Sampai akhirnya, satu minggu yang lalu saya kesampaian dapat buku ini. Dikirim langsung dari salah satu penulisnya dan mendapat bonus tanda tangan beserta salam dari orang utan. Keren.


Secara presentasi, sampul bukunya sangat menarik. Ilustrasi orang utan di dalam bukunya juga unyu. Ciri khas goresan tangan Kak Itsna Hidayatun. Saya selalu jatuh cinta dengan karya beliau. Dan yang menjadi trademark Bentang Belia lainnya adalah pembatas bukunya yang didesain secara unik. Tidak melulu pembatas buku itu berbentuk persegi panjang. Kadang yang bentuknya kayak sendal malah keren.


Mengenai ceritanya, saya rasa memang tidak biasa. Karena yang berbeda memang yang dicari. Bayangkan, dua penulis bergotong-royong membuat satu cerita secara estafet.

Setiap ganti bab, langsung ganti penulis dan ganti sudut pandang. Tapi ketika membacanya, saya tidak merasakan keanjlokan gaya tulisan dari dua kepala. Keduanya saling melengkapi dengan halus. Mbak Shabrina begitu khusyu memainkan peran sebagai orang utan. Begitu juga Mbak Riawani yang lihai merangkai kata sebagai remaja yang anti-pacaran.

Kepiawaian keduanya dalam menulis tidak perlu diperdebatkan lagi. Mereka sudah berpengalaman menulis beberapa novel sebelumnya. Jadi, marilah kita fokus ke pesan yang ingin mereka sampaikan. Isi dari a message from Borneo itu sendiri.


Dari tulisan mereka yang telah saya baca, pesan yang coba mereka sampaikan begitu dalam. Semacam, "Sayangilah orang utan seperti engkau menyayangi saudaramu sendiri karena mereka mirip manusia." Ya, 90% lebih DNA orang utan sama dengan manusia. Jadi, orang utan juga bisa stress, frustasi dan trauma. Saya kira manusia sama sapi aja yang bisa gila. Mungkin kalau orang utan dikasih BlackBerry, mereka bakal broadcast-broadcast minta diselamatkan. Inilah kenapa orang utan yang jadi tokoh utama di buku ini dikasih nama Ping.


Kita harus peduli dengan orang utan yang semakin langka karena perburuan liar. Mereka ada yang dibunuh, dijual bahkan dipenggal. Begitu miris. Coba bayangkan perasaan anak orang utan yang ditinggal pergi orang tuanya. Mereka melihat secara langsung ibu mereka dibantai oleh manusia tak bermoral. Betapa tragisnya hidup mereka.


Salah satu hal yang patut kita contoh dari buku ini adalah kekuatan pesannya. Sebuah buku bisa "hidup" karena ada "ruh" berupa pesan yang terkandung di dalamnya. Sebelum menulis, alangkah baiknya kita memikirkan pesan apa yang ingin disampaikan. Seperti kasusnya Mbak Shabrina yang ingin mengajak orang lain peduli orang utan, maka menulislah ia tentang fabel bertema orang utan. Mbak Riawani yang ingin menggalakkan anti pacaran sebelum nikah, maka menulislah ia tentang kisah Molly.


Moral of the day: Orang utan itu takarannya seperti setengah manusia. Kalau kita membunuh dua orang utan berarti kita sama saja membunuh manusia. Karena setengah tambah setengah sama dengan satu.


Hikmah: Bagian yang paling saya suka dari buku ini adalah halaman belakangnya. Karena di situ ada iklan Date Note.

Tidak ada komentar: