Rabu, 05 September 2012

PING, Pesan Bening dari Borneo: Amerul Rizki

Jejak itu dia namai: luka.

Saya gak tahu harus mulai darimana. Gak seperti biasanya, selesai membaca buku, tangan saya pasti gatel pengen ngetik review-nya. Tapi kali ini, saya blank. Bukan karena buku yang saya baca ini jelek, ataupun gak menarik. Melainkan lebih karena saya speechless setelah membaca buku hijau yang satu ini. Sebuah buku yang hadir dengan bahasa yang bening dan jujur.

Berapa banyak buku bertema lingkungan, ataupun buku fabel dewasa yang pernah saya baca? Baru sedikit. Dihitung dengan lima jari saja tidak lengkap. Yang paling berkesan mungkin adalah Black Beauty, biarpun sampe sekarang belum kelar juga bacanya. Hehe… Dan sekarang, sebuah buku bersampul hijau dengan gambar empat orang dan seekor orang utan telah menyita perhatian saya seharian kemarin.


Ping! A Message from Borneo. Begitu judul yang dipilih sama kedua penulisnya, si Mpok Riawani Elyta dan Mbak Shabrina W.S. Dua mbak-mbak saya yang sangat produktif, inspiratif dan keren banget. :D

Buku ini bercerita dengan dua sudut pandang berbeda, dengan gaya tutur yang sangat berbeda pula. Tokoh Ping dihadirkan Mbak Shabrina dengan kebeningan gaya berceritanya. Dan Molly dibawakan oleh Mpok Ria dengan kerealistisan dan intelektualitasnya.

Berkisah tentang Ping, seekor anak orang utan yang harus terpisah dari ibunya. Tapi ia segera mendapatkan keluarga baru, Jong dan ibunya yang juga Ping panggil dengan ‘Ibu’. Dari Ibu dan Jong lah Ping kembali merasakan arti bahagia. Ibu mengasihi Ping dan Jong tanpa membeda-bedakan. Ibu mengajari mereka tentang hidup, tentang hutan yang Tuhan berikan. Saya seperti menonton film-film animasi Hollywood melalui tokoh orang utan ini.

Tapi sayang, kebahagiaan Ping harus kembali terenggut saat ia terpisah dari Ibu dan Jong. Yang pada akhirnya ia justru mendapati kenyataan mengerikan itu untuk kedua kalinya.

Di sisi lain, ada Molly, seorang gadis pecinta satwa. Ia langsung menyetujui ajakan Nick, teman bulenya, untuk pergi ke Samboja, Kalimantan, bersama dengan Andy, adik Nick. Di Kalimantan, Molly bertemu kembali dengan Archie, sahabat lamanya sewaktu di SMA, yang menurut Molly sudah jauh berubah.

Cerita bergulir. Ada sisipan kisah asmara Archie yang menginginkan Molly menjadi pacarnya, tapi ditolak mentah-mentah oleh Molly. Ada sisipan kisah background kehidupan Molly yang bercita-cita menjadi penulis seperti ayahnya, namun sedikit tersandung karena ibunya, meski pada akhirnya ia bisa membuktikan pada ibunya bahwa mimpinya bisa diwujudkan.

Awalnya, saya mulai gemes dengan alur yang dibentuk oleh penulis. Ganti bab, ganti tokoh. Begitu seterusnya. Tapi kok belum ketemu juga keterkaitan antara Ping dengan Molly. Hingga akhirnya di bab-bab tengah menjelang akhir, bertemulah Molly dengan seekor anak orang utan yang terlihat depresi di konservasi, bernama Karro. Di situ saya sudah bisa menebak, siapa Karro yang dimaksud. Dan tebakan saya benar lho! xD *biasa aja kaleeee!

Jujur, beberapa kali saya trenyuh saat menyaksikan adegan-adegan Ping, Jong dan ibunya yang penuh dengan kehangatan dan kebahagiaan. Begitulah hutan mengajarkan pada mereka untuk bahagia. Lalu berubah jadi sedih dan pengen nangis saat Ping kembali menemukan sesuatu yang ia sebut luka, untuk kesekian kalinya.

Beberapa kali saya juga merasa geram dengan pernyataan-pernyataan manusia yang tak bertanggung jawab. Saya geram dengan Archie yang sama sekali gak punya perikehewanan. Mentang-mentang anak pengusaha kelapa sawit yang sukses, dia melupakan bagaimana seharusnya mencintai hutan dan penghuninya. Saya marah pada mereka-mereka yang menangkap Ping dan orang utan-orang utan lain untuk dibunuh, dan dijual dengan harga murah. Andaikan ini film Hollywood, mungkin akan ada penyerbuan balas dendam besar-besaran oleh orang utan. (ngaco!)

Biasanya nih, saya suka banget ngritik-ngritik sebuah buku. Tapi di sini, saya gak menemukan satu celah pun yang bisa saya kritisi. Ahhh… kedua penulisnya seperti sudah mengantisipasi ini dengan menutup celah-celah yang kira-kira bisa saya masukin kritik. Hehe… Keren bener dah! :D

Gak salah deh, kalau naskah ini berhasil lolos dan bertengger dengan anteng sebagai Juara 1 dari Lomba Novel 30 Hari 30 Buku yang diadakan sama Bentang Belia tempo hari. Bahasanya bener-bener ringan dan gak ada yang berkesan sok menggurui. Semuanya mengalir begitu saja. Membuat kita sebagai pembaca ikut nimbrung bersama Ping, merasakan apa yang dia rasakan sebagai orang utan. Membuat kita sebagai pembaca ikut berpetualang bersama Molly, mendengar dengan kuping dan melihat dengan mata kepala sendiri tentang realita mengerikan yang sudah dibiarkan terjadi selama puluhan tahun.

Mbak Shabrina beneran berhasil membuat saya ketularan tokohnya. Ya, beneran ketularan. Saya jadi pengen menjadi orang utan! xD

Oh iya, ada bagian dalam sebuah paragraf yang saya suka banget. Yaitu saat Molly meng-update status Facebooknya dengan “Yes! Alhamdulillah, novel perdanaku terbit!” Tulisannya begini:

Status yang dalam beberapa detik saja langsng menuai puluhan komentar. Ada yang mengucapkan selamat. Tak sedikit pula yang langsung menodong traktiran dan novel gratis.

Saya langsung #JLEB! Nyindir, Mpok??? (_ _”)

Overall, sekali lagi saya katakan, naskah ini memang layak banget jadi juara 1, dan akhirnya menjadi sebuah buku novel yang diantar Pak Pos ke saya kemarin. Kasih bintang berapa ya? Empat bintang kayaknya gak berlebihan deh. Karena dari sinilah saya belajar memahami kehidupan orang utan dalam dunia hutannya. Dari sinilah saya tahu begitu banyak manusia-manusia tak bermoral, tak bertanggung jawab, tak berperikehewanan, yang dengan sadis membantai orang utan, menebang paru-paru dunia, hanya demi uang yang tak seberapa. Selama ini saya hampir menangis saat mendapati foto-foto maupun video orang utan yang mati mengenaskan. Dan dalam buku ini, semuanya memang diceritakan apa adanya. Semuanya tentang luka mereka. Luka kita juga sebagai oknum yang seharusnya memberi mereka rasa aman tinggal dalam rumah mereka sendiri.

Btw, pengen dong kapan-kapan bisa lihat secara langsung ke konservasi, ketemu orang utan, atau… jadi orang tua asuh sekalian. :D

Madiun, 24 April 2012
Sendiri di kosan yang sepi.
 
Copas dari sini

Tidak ada komentar: