Ping! Sekeping nurani terjerembab di
antara lubang-lubang keresahan. Api mulai menjalar membakar hutan pertiwi,
mengeraskan hati, menggersangkan jiwa. Kulihat pongo pygmaeus berlari dalam
kepanikan. Berteriak-teriak, dengan suara lengkingan yang sungguh menyayat
hati. Tempat tinggalnya terampas api. Lalu sebagian dari mereka terbantai
dengan leher terpenggal. Darah mengucur, berceceran mengguratkan tulisan
nestapa bernama tragedi. Masih kuingat jelas wajah-wajahnya di televisi. Wajah
resah, yang kini tanpa nyawa.
Ping! Sekeping geram menggelegak
ketika sebagian fakta kita ketahui, pelakunya ternyata bukanlah dari negeri
sendiri. Mungkin, ada pula oknum-oknum tak kasat mata, yang demi kepentingan
materi rela menggadaikan nasib bangsa sendiri untuk kepentingan pribadi. Lalu,
ketika pelaku tertangkap, digiring di meja pesakitan. Ah, tiba-tiba geram
semakin memuncak manakala mengetahui, pelakunya hanya dihukum “ringan” atas
kejahatan “berat” yang mereka lakukan. Rasanya ingin berteriak, “Pak Hakim,
anda salah memvonis!”, tapi suara itu hanya tertahan di kerongkonganku sendiri.
Ping! Sekeping pesan pun datang. Di
kirim oleh seorang sahabat baik (makasih ya, Mbak Brin J) yang dengan ketulusan
hati memberikannya untuk pondokhati. Meski tak pernah jumpa secara fisik, aku
tahu kebaikan yang terpancar lewat tulisan-tulisannya. Sebuah novel dengan
perpaduan unik antara fiksi dan fabel. Sungguh menggoda untuk segera membuka
bungkusnya dan memulai penjelajahan ini.
Ping! A Message from Borneo.
Ditulis dengan apik oleh dua orang penulis keren yang karyanya sudah banyak
tersebar di berbagai media. Keduanya kukenal lewat jejaring sosial facebook,
dan sempat satu buku dalam beberapa antologi. Mbak Ria (Riawani Elyta), namanya
sering menjadi langganan juara berbagai lomba menulis. Aku mengenal pertama
kali lewat antologi Crazy Moments. Di lain kesempatan, aku pun sempat
menikmati Tarapuccino miliknya yang lezat. Kita pun sempat satu antologi
dalam Why Self Publishing. Lalu, Mbak Brin (Shabrina Ws), yang dengan
kebaikan hatinya menyumbang banyak buku untuk pondokhati, taman bacaan yang
kini kukelola. Aku mengenalnya lewat buku-buku anak seperti Sakti & Sapi
Rebo dan Pelari Cilik. Lalu, Sketsa Negeri Para Anjing yang
sarat makna dan perenungan. Kepiawaiannya menggunakan tokoh binatang membuatku
takjub dan menyebutnya sebagai salah satu penulis fabel yang keren. Aku pernah
satu buku dengannya dalam antologi One Day in a Library.
Ping! Novel remaja dengan tebal 139
halaman yang diterbitkan Bentang Belia ini akhirnya berhasil kuselesaikan. Lalu
apa komentarku?
- Novel ini unik karena perpaduan antara fiksi dan fabel dalam satu buku. Perpaduan yang mengesankan. Karakter tokoh yang kuat, jalan cerita yang mengalir lancar serta gaya penceritaan yang unik membuatnya pantas menjadi juara 1 lomba menulis novel Bentang Belia.
- Karena ditulis oleh dua penulis, tentu ada dua “kepala” dengan jalan pikiran yang mungkin tak sama, dan punya ke khas-an masing-masing. Novel ini menceritakan dua sudut pandang yang berbeda. Keduanya menggunakan sudut pandang orang pertama (Aku), dengan dua tokoh yang berbeda. Aku menduga, Mbak Ria menulis yang bagian fiksi (Molly), sedangkan Mbak Brin menulis fabelnya (Ping). Meski awalnya seperti ada dua cerita yang berbeda, tetapi keduanya akhirnya membentuk satu cerita yang padu. Gaya penceritaan ini pernah pula kutemukan dalam Katastrofa Cinta-nya Mbak Afifah Afra. Benar-benar keren.
- Di awal kisah, aku sudah dibuat takjub dengan prolog-nya yang menggetarkan. Ping/Karro, seekor orang utan yang ditinggal mati ibunya akibat ulah manusia membuka hutan untuk areal perkebunan kelapa sawit. Di bagian berikutnya, Molly, seorang aktivis lingkungan yang mencintai binatang (orang utan), berpetualang ke negeri Borneo bersama dua peneliti asing Nick dan Andy (adiknya). Selain itu dia juga bertemu dengan temannya Archie yang asli dari Kalimantan. Molly dan Ping/Karro pun bertemu. Meski konflik tidak terlalu banyak, novel ini sukses membuatku merinding dan merenung. Dan lagi-lagi, ending-nya sungguh membuatku terkesan.
- Novel ini punya pesan moral yang kuat tentang pelestarian lingkungan terutama penyelamatan hewan langka asli Indonesia (Kalimantan), Si Orang Utan (Pongo pygmaeus) dari tanah Borneo. Sungguh ironi rasanya, ketika Nick dan Andy yang dengan kerelaan hati mengabdikan dirinya sebagai penyelamat orang utan, padahal mereka bukan asli orang Indonesia.
- Meski diperuntukkan untuk remaja, novel ini kurasa cocok pula dibaca oleh siapapun. Para hakim yang memvonis oknum pembantai orang utan, para penentu kebijakan (stake holder), para pengusaha perkebunan kelapa sawit, aktivis lingkungan dan tak menutup kemungkinan Bapak Presiden yang terhormat. :)
Ping! Mungkin tak banyak yang bisa
kita lakukan. Tetapi adanya Ping! A Message from Borneo karya Riawani
Elyta dan Shabrina Ws ini menjadi salah satu jalan menggugah nurani kita,
sebagai seorang manusia. Kiranya masih ada sekeping harap yang bisa kita
gumamkan untuk mereka. Untuk Ping! Untuk Karro! Dan untuk sekelompok Pongo
pygmaeus yang berada di ambang kepunahan keragaman hayati (biodiversity).
Salut tak terhingga untuk para aktivis penyelamat lingkungan seperti Molly,
Nick dan Andy. Selaksa doa dan kekagumanku untuk mereka.
Selamat untuk Mbak Ria dan Mbak
Brin. Anda bisa menemukan buku keren ini di toko-toko buku kesayangan anda.
Selamat membaca! :)
In the rama you, 2 Mei 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar